Kalau saja kau mengerti apa yang ada di fikiranku. Semuanya tak akan menjadi sekacau ini.
Pahamkah kau? Aku meninggalkanmu bukan karena aku sudah tak mencintaimu lagi. Tapi karena inikah yang kau inginkan, bukan?
Sikapmu belakangan ini menunjukkan bahwa kau tak lagi seperti dulu. Kau tak lagi mencintaiku, kan?
Untuk apa aku menggenggam sesuatu yang harusnya ku lepas?
Apalah arti sebuah status apabila di antara kita sudah ada yang tak memiliki perasaan itu. Perasaan seperti dulu saat mentari belum terbenam, saat cahaya masih menyelimuti hubungan kita.
Aku tak berhak untuk menahanmu dari pelukanku. Oleh sebab itulah aku merelakanmu, melepasmu, membiarkanmu untuk pergi dan menemukan seseorang yang kau cintai. Karena aku bukanlah orang itu lagi. Aku bahkan tak ada lagi dalam doamu. Semua yang indah telah berlalu. Semua tak seperti dulu. Indahnya masalalu tak perlu kita pertahankan. Karena segala sesuatu yang manis pasti akan memudar.
Cinta bukanlah tentang sesuatu yang manis. Cinta adalah dimana kita merasakan manis dan pahitnya dunia bersama. Tanpa ada yang memudar. Namun hal ini tak kuperoleh daripadamu, semua cinta kita, tentang kita dan kenangan kita telah pudar termakan oleh waktu.
Pernahkah kau merasakan manisnya permen karet? manis di awal, bukan? Dapatkah aku perumpakan hubungan kita seperti permen karet? Atau seperti coklat yang sangat manis dapat lenyap dan habis termakan. Manis tak selamanya manis, benarkah? Manis dapat memudar. Manis dapat menghambar. Manis dapat berubah menjadi sesuatu yang pahit. Pahit. Sangat Pahit. Sampai kau merelakan untuk melepasnya. Membiarkannya hidup bebas tanpa ada yang membatasi hidupnya.
Aku tak ingin menjadi seperti sangkar yang selalu membatasimu untuk bebas. Karena itu aku melepaskanmu. Dan setelah itu kau dapat terbang bebas di luar sana. Tanpaku. Hidupmu tak bermasalah. Tak ada lagi duka. Tak ada lagi penyesalan.
Biarkan aku yang memendam ini sendirian. Tanpa ada yang mengerti tentangku. Tentang perasaanku. Aku tak ada artinya buatmu.