Terkadang kita perlu merubah segala keresahan menjadi suatu dinamika tulisan yang mengungkap perasaan itu sendiri.

Senin, 26 Mei 2014

Kamu. Aku. Dia.

Tidak ada komentar

Indahnya hari, saat ku terbelenggu dalam bayangmu. Bermimpi kau ada di sini, menemaniku, berbagi cerita dalam hariku. Sosokmu tak luput terbuai di benakku seakan kau adalah bagian dari puzzle hidupku yang hilang. Kau menyerupai seorang yang terkulai secara nyata dalam impianku.

Apa? Impian? Bukankah sangat menyedihkan jika seseorang memiliki mimpi yang tak masuk akal? Maksudku, lihat kamu. Iya kamu. Bagaimana mungkin dalam mimpiku kau hadir sebagai kekasihku padahal dalam dunia nyata, aku tahu jelas, kau tahu jelas, semua orang juga tahu bahwa kamu sudah bahagia dengannya, bukan? Dengan dia yang memiliki paras begitu sempurna bak impian semua wanita. Dia yang sangat indah di matamu.Sedangkan aku? haha. aku cuma segelintir orang yang diam-diam selalu memperhatikanmu. Aku hanya sanggup memilikimu dalam mimpiku. Aku hanya bisa menggenggammu dalam bayangku.
Sekejam inikah kenyataan? Kenyataan bahwa kau tak mungkin dapat aku miliki seutuhnya. Karena sudah jelas, hatimu memilihnya. Kamu sangat mencintainya. Dia juga sangat mencintaimu. Lalu siapakah yang harus disalahkan dalam relasi kita bertiga? Antara kamu, aku dan dia? Aku rasa, akulah penyebabnya. Aku yang seharusnya tak memendam rasa untukmu saat kau memberi perhatian sederhana sebelum kau mulai jatuh cinta padanya. Aku yang dahulu terlalu berharap lebih padamu, yang pernah berpikir bahwa kita berdua akan bersatu untuk saling menyayangi. Seharusnya aku sadar, bahwa segala perhatian, canda, dan tawa yang pernah terjadi di antara kita dulu, bukanlah tanda bahwa kau mencintaiku sebagai kekasihmu, melainkan; sahabatmu.
Dan inilah kita sekarang. Sikapmu yang perlahan mulai berubah saat hidup herdampingan dengannya membuatku rindu akan masa lalu saat kau dan aku terbebas untuk saling bercanda tanpa mengenal waktu. Tapi saat ini, mungkin segala kenangan itu harus aku kubur dalam-dalam. Karena sudah jelas, kau miliknya. Dia milikmu. Dan aku? Mungkin hanya sebagai parasit dalam hubungan kalian berdua.

Biarkan aku pergi, menggenggam hati yang terkoyak kesakitan. Melepaskan segala kepedihan yang selama ini aku sembunyikan di hadapanmu. Aku tak sanggup lagi untuk bertingkah seakan-akan aku baik-baik saja di hadapanmu. Senyumku sendiri telah menyiksa batinku. Menjatuhkan jiwaku ke dalam lubuk kesakitan. Melukis perasaanku dengan goresan luka yang mendalam.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar