Jumat, 27 Juni 2014
Hanya untuk melihatmu bahagia.
Merajut kasih sayang dan membangun kebahagiaan baru yang berbeda dari sebelumnya.
Antara kita kini tak lagi sama, semenjak hal gila yang disebut cinta itu muncul dalam persahabatan kita. Lebih tepatnya, ini salahku.
Salahku yang diam-diam mencintaimu tanpa alasan.
Aku yang memendam.
Aku yang menutupi semua tentang perasaan yang timbul ini.
Perasaan yang begitu sensitif.
Sangat bahaya apabila diungkapkan.
Pada akhirnya, terungkap.
Kisah cinta yang aku alami begitu rumit. Iya, aku mencintaimu. Bahkan melebihi apapun. Tak pernah aku merasakan cinta sedalam ini. Aku ingin selalu ada untukmu. Hatiku selalu berbisik tentang dirimu. Pikiranku selalu mengarah padamu. Tapi apadaya? Semua yang aku rasakan ini begitu rumit. Kamu orang yang aku cintai sekaligus sahabatku sendiri. Sesungguhnya aku tak ingin semua rasa ini mengalir. Rasa yang menyiksa diriku sendiri. Yang membuat aku selalu terpuruk. Karena sudah jelas, cintamu bukan untukku.
Aku tak peduli ketika hatimu hanya diperuntukkan untuk dia yang lebih pantas memperolehnya. Aku tak peduli jika cintaku tak terbalaskan. Aku tak peduli seberapa dalam luka yang aku rasakan. Aku tak peduli hatiku yang semakin rapuh untuk mencintaimu. Siapa gerangan yang mengatakan cinta itu indah? Setahuku, cinta itu menyakitkan. Menyiksa diriku sendiri. Namun aku tak bisa berhenti mencintaimu. Entah mengapa, hatiku selalu menerimamu. Apapun yang terjadi padamu, aku selalu peduli. Aku ingin tahu, apa yang membuatku bertahan untuk mencintaimu meski jauh di dalam hati kecilku; Aku Terluka.
Aku rindu masa persahabatan kita. Saat hatiku belum menyimpan rasa padamu. Aku benci perasaan yang timbul pada diriku ini. Ingin ku menghapusnya, namun salahku, aku tak bisa. Perasaan ini begitu melekat. Sulit tuk dihempaskan. Apalagi dihapuskan. Terlalu peduli padamu. Terlalu mencintaimu. Melebihi perasaan seorang pada sahabat. Bodohnya aku.
Seiring berjalannya waktu, aku mengerti bahwa cinta itu memang tak harus memiliki. Mungkin ini terdengar seperti semboyan kuno yang bagi kebanyakan orang, hal ini adalah omong kosong. Namun, bagiku cinta itu memang tak harus memiliki. Bukan berarti aku merelakanmu dengan orang lain karena rasa cintaku yang tak dalam untukmu. Tapi, karena cinta inilah aku merelakanmu. Karena cinta dan kepedulianku terhadap kebahagiaanmu. Hati ini sangat bahagia melihatmu bahagia, dengan cara apapun itu. Meski gantinya adalah aku harus mengorbankan perasaanku sendiri. Walau nyatanya, aku harus terluka hanya untuk melihatmu bahagia. Oleh karena itulah aku harus mampu untuk menengadah ke langit. Menatap semua asa yang aku limpahkan kepadamu. Menggores kesepian demi kebahagiaanmu.
Orang bodoh mana yang rela melukai hatinya untuk orang lain? Sebodoh itukah aku?
Sedalam apa perasaan cinta yang aku miliki hingga aku tak peduli seberapa perihnya perasaan ini? Seperti apa cinta itu? Haruskah aku merasakan semua kepedihan ini seorang diri?
Hanya untuk melihatmu bahagia ku terkapar menahan sakit. Setiap hari. Setiap waktu. Dimanapun itu. Namun melihatmu bahagia merupakan obat bagi luka hatiku. Karena senyummu mampu mencabut duri yang menancap begitu dalam di hatiku. Tawamu mampu menghapuskan air mataku walaupun secara tidak langsung. Kebahagiaanmu mampu merubah hujan dalam hatiku menjadi pelangi yang menerangi dan membuat diriku menjadi ikut bahagia melihatmu.
Jumat, 20 Juni 2014
Loving you painfully
Entah sejak kapan rasa ini mulai muncul.
Namun aku terlalu takut untuk mengutarakannya.
Iya, aku cinta padamu.
Begitu sakit untuk mengatakan ini.
Karena kamu sudah bahagia dengan dirinya.
Terkapar aku di sini melihatmu.
Menentang semua rasa indah yang kalian rasakan.
Dengan hati yang tergores luka.
Hanya dalam diam ku berbisik.
Seperih inikah cinta itu?
Dengan tebasan air mata di sekujur jiwa yang memanas.
Namun hati ini, tetap mencintaimu.
Tak peduli sepedih apa luka yang aku rasakan.
Terlalu sering aku mendegakan curahan hatimu tentang dirinya.
Dan telinga ini selalu siap untuk mendengarkan.
Raga ini selalu ada setiap kamu butuh seseorang untuk berbagi cerita.
Saat tak ada yang peduli lagi padamu; Aku peduli.
Aku hanya ingin satu hal.
Berjanjilah padaku untuk tetap mencintainya sepenuh hatimu.
Jangan pedulikan aku.
Dia pantas untukmu.
Dan aku paham, rasa sayangmu untuknya begitu dalam, kan?
Namun saat dia menyakitimu, kau boleh menopangkan kepalamu di bahuku. Kapanpun.
Padaku kau boleh bercerita apapun sampai larut malam saat tak ada lagi yang bersedia mendengarkanmu.
Seperti biasa, telinga ini akan siap mendengarkan keluh kesahmu.
Aku akan selalu ada untukmu kapanpun kau membutuhkanku.