Terkadang kita perlu merubah segala keresahan menjadi suatu dinamika tulisan yang mengungkap perasaan itu sendiri.

Rabu, 09 April 2014

Untukmu, yang telah pergi.

Tidak ada komentar
Dulu aku mengira bahwa aku tak bisa hidup tanpamu.
Aku telah berpikir diriku tidak akan bisa menjalani hariku tanpa dirimu.
Saat kau pergi dari sini, kerapuhan hatiku merasuk ke setiap tubuh dan jiwaku yang membuatku semakin merasa tak berdaya.
Kamu yang telah bahagia di luar sana. Yang sempat ku miliki dan dengan enggan ku lepas dari genggaman tanganku sendiri.

Omong kosong!

Saat ini aku menyadari betapa bodohnya diriku yang pernah beranggapan bahwa "aku tak bisa hidup tanpamu". Perlahan kesedihanku saat itu ditelan oleh sang waktu. Semakin hari, diriku diajarkan oleh sang waktu untuk menjadi gadis yang tegar. Tanpa air mata kesedihan. Senyuman yang datang dari hati. Iya, hal ini wajib ku lakukan sejak kepergianmu dahulu.
Hari kian berganti, bulan demi bulan kujalani tanpa dirimu. Dan di sinilah aku saat ini. Aku masih hidup, kan? Ternyata memang, hidupku tidak tergantung kamu. Berjalan sendiripun aku mampu. Tak ada yang menopang. Tak ada yang mengusap setiap air mata yang terjatuh. Tak ada yang enggan meninggalkanku sendirian. Tapi siapa peduli? Aku sudah dewasa. Aku sudah bisa mengurusi diriku sendiri tanpa harus diingatkan jika ingin melakukan sesuatu.
Lagipula, aku punya sahabat. Dia lebih mengerti aku daripada dirimu. Dia jauh lebih memperhatikan setiap langkah hidupku dibanding sosokmu. Selain itu, aku juga punya keluarga yang utuh. Yang selalu ada buatku. Yang selalu berjuang demi kebaikan diriku.

Aku sangat bersyukur kepada Tuhan karena Ia telah memberiku kesempatan untuk bertemu dengan seseorang yang jauh lebih baik dari dirimu. Seperti kata kak dwitasari, "jika Tuhan mengambil emas darimu maka Ia akan menggantinya dengan berlian". Aku percaya itu. Jadi, tak perlu lagi mengais masa lalu. Karena ada sesuatu yang jauh lebih indah dibalik hari esok.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar