Minggu, 29 Desember 2013
Kerinduan yang Terselubung
Liburan hampir berakhir. Sudah dua minggu aku tidak bertemu denganmu, melihat senyummu, mendengar suaramu, dan merasakan candamu.
Lihatlah ke langit, sayang. Apa yang kau lihat? bintang-bintang itu kah? Mereka ada banyak, bukan? Namun jumlah mereka tak bisa menandingi kerinduan dalam hatiku yang ku pendam sendirian, tanpa seorangpun yang tahu bahwa aku merindukanmu. Bagaimana mungkin aku bisa merindukan seseorang yang bahkan sering menganggapku tidak ada? Bagaimana mungkin rasa ini muncul dan tumbuh secara perlahan ketika aku tak menginginkannya?
Kembali ku toleh jam di layar handphoneku. Ternyata hampir pukul sepuluh malam. Ini adalah jam-jam dimana dulu kita sering bercanda bersama. Walau hanya lewat sosial media, aku merasa sangat bahagia. Aku merasakan indahnya tengah malam saat aku membaca mention darimu. Sesederhana itulah kebahagiaanku.
Aku ingat ketika kita saling membalas mentions satu sama lain sampai tengah malam bahkan sampai dini hari sambil menahan kantuk. Saat itu kita membahas tentang banyak hal. Tak peduli seberapa membosankan topik pembicaraan kita, aku tetap tak merasa bosan. Aku membayangkan wajahmu dan suaramu secara nyata saat itu. Sungguh ku tak dapat berkata-kata.
"I miss our sleepness night when we were talkin randomly about anything"
Manis bukan? Timeline pada malam itu hanya dipenuhi oleh kita berdua. Kalaupun ada orang lain, itu adalah dwitasaridwita dengan tweet-tweet yang menyentuh hati. Kau ingat saat kau mengatakan bahwa aku pasti merindukanmu? dengan tertawa kecilmu kau melontarkan kata-kata itu lewat sebuah tweet yang kau kirimkan buatku atau sering juga disebut mention. Saat itu aku ingin sekali mengatakan "iya, aku merindukanmu". Tapi aku tahu bahwa itu bukanlah jawaban yang kau harapkan dariku. Aku tahu pertanyaanmu hanyalah candaan semata karena itulah sifatmu. Kepribadianmu yang humoris. Selalu membawa suasana menjadi sebuah komedi. Karena itulah aku merasa nyaman saat aku berada di dekatmu. Karena itulah rasa cinta dalam hati ini mulai bertumbuh.
Inilah yang tak ku sukai dari kenyataan. Mengapa wanita tak bisa memulai duluan? Haruskah aku menunggu? Menununggu sampai kau merasakan hal yang sama denganku lalu kau mengungkapkannya padaku dan akupun meresponnya dengan hal yang sama? Menyedihkan, bukan?
Tapi lupakanlah soal memilikimu. Aku tak mungkin mendapatkan cintamu. Kau tahu mengapa? Karena aku tak akan pernah mau untuk mengungkapkannya lebih awal darimu. Aku lebih baik untuk mengikuti alur dari kenyataan bahwa wanita hanya dapat untuk menunggu dan menunggu.
Tapi yang ada dalam hatiku saat ini adalah kamu. Kerinduanku untuk melihatmu kembali, mendengar suara manismu yang disertakan oleh gurauan-gurauan lucumu yang dapat menyinari hariku yang kelabu.
Tiap malam aku hanya bisa berharap dan berdoa untuk keadaanmu. Biar waktu yang menjawab semuanya.
Empat hari lagi kita pasti akan bertemu. Di sekolah. Iya. Tentu. Tempat di mana aku bertemu denganmu untuk pertama kalinya, tempat di mana rasa ini mulai timbul, tempat di mana kau dapat membuat hariku lebih berwarna.
Tak peduli apa status kita. Walau kita hanya sebatas teman, namun salahkah aku merindukanmu? Mata kecoklatanmu yang sudah lama tak aku lihat. Aku rindu saat kau menatapku dengan bola mata indahmu itu lalu aku tersipu malu sambil berpura-pura untuk melakukan aktifitas tertentu.
Aku rindu saat kau menyebut namaku dengan nada seperti itu. Seperti apa? ya seperti itu!! Sangat sulit untuk dijelaskan. Yang aku tahu itu adalah hal termanis yang pernah aku dengar.
Rintik hujan terus menemaniku hingga tiba saatnya untuk kita harus memejamkan mata. Beristirahat. Inilah bagian favoritku dalam liburan ini. Karena dalam tidurku aku dapat bermimpi sepuasnya. Bermimpi tentangmu. Tentang kita. Kerbersamaan kita berdua. Kebahagiaan milik kita. Tapi hanya ada dalam mimpiku, sayang. Karena itu, ayo peka! Sadar dan bukalah mata hatimu bahwa di sini ada seseorang yang tak kenal lelah untuk merindukanmu.
"Buat nyata mimpi ini karena tak ada mimpiku yang tidak melibatkan kamu"- Dochi Sadega
Jumat, 27 Desember 2013
Aku punya sebuah surat kaleng untukmu, teman.
Ketika ku sudah bisa melupakannya, aku selalu memikirkanmu. Kau membuatku nyaman dan aku dapat merasakan kehidupanku kembali semenjak kau hadir ketika dia pergi daripadaku.
Ketika aku bersamamu, semua terasa indah sehingga membuat perasaanku padanya telah sirna dihapuskan oleh tawamu. Tak ada lagi duka, tak ada lagi kekecewaan, tak ada lagi penyesalan. Yang ada hanya harapan. Iya, kau adalah harapanku. Semenjak saat itu aku mengerti bahwa aku sedang jatuh cinta padamu.
Tetapi, apakah perasaan ini akan terus berlanjut? Aku tak paham. Lagipula tak mungkin juga jika aku mengharapkan perasaan yang sama darimu.
Aku hanya teman biasa buatmu. Apa aku terjebak dalam friendzone? entahlah. Jika kau hanya dapat aku miliki di dalam mimpi, haruskah aku menceritakan mimpi ini padamu? Aku tahu ini gila. Tapi inilah aku. Aku sayang padamu, teman. Tapi melebihi dari kasih sayang seorang teman. Haruskan aku jelaskan di sini?Aku rasa tidak. Aku ingin kita bersama menaklukan dunia, berbagi cerita, dan saling melengkapi satu sama lain. Kau adalah mimpiku. Cintamu adalah nafasku.
Sabtu, 21 Desember 2013
Memandangmu Dari Sisi yang Berbeda
Hai, nama aku Kierra. Aku pengen ceritain suatu kisah yang sangat mengesankan ketika aku berada di bangku SMA. Aku tahu bahwa ini adalah suatu kenangan yang paling indah dalam hidupku, ini adalah saat-saat yang tak akan pernah aku lupakan. Meskipun aku menyadari bahwa ini semua tak akan dapat terulang kembali. Semuanya, telah hilang lenyap dimakan oleh waktu. Yang tersisa hanyalah kenangan. Andai aku tahu bahwa ini semua akan berakhir, aku pasti akan menggunakan waktu sebaik-baiknya saat aku berada di sampingnya.
***
Verdy. Nama itu indah bukan? tapi ketahuilah, bahwa itu tak seindah kenangan ini. Sejak pertama kali aku mengenalnya, aku merasakan sesuatu yang berbeda dalam hatiku. Meski tak ku pahami, namun perasaan ini terus menjelma dalam jiwaku bahkan merasuki pikiranku setiap saat.
Verdy adalah seorang pria yang dianggap "cupu" oleh teman-temanku. Dia mengenakan celana di atas pinggang, baju yang kebesaran, dasi yang mencekik lehernya. Memang, penampilannya sangat aneh bagi beberapa orang. Ia juga mengenakan kaca mata yang berukuran lumayan besar. Rambutnya selalu disisir rapi. Ia tak seperti pria-prian lain yang berpenampilan "cool" ke sekolah walau hanya bermodal fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh orang tua mereka.
***
Suatu ketika, aku melihat Verdy sedang digerumuli oleh beberapa cowok-cowok kece yang tak lain adalah Revan dan genknya. Dari raut wajahnya, sepertinya Revan sedang marah kepada Verdy. Lalu aku mendekati mereka karena saking penasarannya. "Revan! kamu apain Verdy?", tanyaku karena kasihan melihat Verdy sedang ketakutan. "Alah kau gadis kecil manis, tak usah ikuti urusanku", ujar Revan kepadaku. Lalu tanpa basa-basi aku langsung menarik Verdy keluar dari gerumulan itu dengan paksa sehingga membuat Revan and the genk kesal. Tapi aku tak peduli dengan mereka. Aku mengancam untuk mengadukan mereka ke pihak sekolah dengan alasan telah membuat kekacauan. "Perempuan sial!", teriak Dio, salah satu anggota genk Revan.
"Kamu gapapa kan? Makanya lain kali kamu jangan bikin masalah sama mereka! ya tau sendiri kan mereka itu sok berkuasa di sini", nasehatku kepada Verdy. "Aku baik-baik aja kok, Key. Makasih ya kalau gak ada kamu, mungkin sekarang aku udah di rumah sakit", kata Verdy dengan nada cupunya. "Memangnya kamu punya masalah apa dengan mereka?", tanyaku. "Aku hanya itu hemm itu mereka memaksa aku untuk memberikan semua uangku kepada mereka. Jika aku tidak mau, mereka mengancam akan memukulku", Ujar Verdy sambil ketakutan. "Yaudah, lain kali hati-hati ya kalau ketemu mereka, lebih baik kamu menghindar", sahutku lagi sambil pergi meninggalkan Verdy dan langsung pulang ke rumah.
Diperjalanan aku sangat khawatir terhadap Verdy, aku takut dia akan dilabrak oleh genk Revan lagi. Tapi aku mempercayainya. Aku yakin saat ini Verdy sudah bisa menjaga dirinya sendiri.
Keesokan harinya, Verdy mendatangiku dan memberikan aku sebuah lukisan wajahku. Lukisan ini sangat indah. Bahkan ini merupakan lukisan terindah yang pernah terpancar di depan mataku. "Maaf cuma ini yang bisa aku kasih ke kamu. Ini nggak ada apa-apanya dibanding upaya penyelamatanmu terhadapku kemarin. Terimalah Key", gurau Verdy dihadapanku sambil tersenyum. Sungguh manis pria ini, pikirku. Lalu aku mengucapkan terimakasih kepada Verdy dan aku ingin sekali diajarkan untuk melukis seperti ini. Verdy setuju dan Ia akan mengajariku kapanpun aku mau.
Hari demi haripun berlalu, aku dan Verdy makin dekat saja. Dan aku juga makin hebat dalam hal melukis. Ini semua karenanya. Ia yang mengajariku dengan sabar sehingga aku mampu berkarya seperti Verdy walau aku belum bisa sebaik dirinya. Kami selalu pergi berdua, kemanapun dan kapanku. Hingga suatu saat sahabatku menyarankanku untuk menjauhinya.
"Tapi kenapa? Kenapa aku harus menjauh dari kehidupan Verdy? Apa hakmu melarangku?!", kataku kepada Cindy, sahabatku yang tak biasanya melarang aku bergaul dengan orang lain. Awalnya aku kira Cindy merasa posisinya sebagai sahabatku digantikan oleh Verdy. Tapi ternyata Cindy tak merasa seperti itu. Cindy berkata kepadaku: "Key, kamu tau gak kalo kamu itu jadi bahan omongan banyak orang". Lalu aku menjawab dengan kebingungan: "Apa maksudmu Cin?". "Kamu gadis cantik, banyak pria yang mengagumimu. Tetapi mengapa kau malah memilih loser?", ucap Cindy sehingga membuatku merasa agak kesal padanya sambil berkata kepadanya: "Siapa yang kamu maksud loser?! Verdy? Salah ya aku bergaul dengannya?". "Bukan maksudku seperti itu, Key. Aku hanya ingin seseorang yang terbaik buatmu. Kau sahabatku dan aku tak bisa membiarkanmu memilih orang yang tidak ada apa-apanya dibanding kamu", kata Cindy. Lalu aku langsung pergi meninggalkan Cindy tanpa mengucapkan sepatah katapun.
***
Aku sendirian, tertitih di sini. Sahabat terbaikku tak mengerti tentang perasaanku. Apa selama ini dia berteman denganku hanya untuk memanfaatkan kepopuleranku lalu dia malu jika aku dekat dengan seseorang yang mereka anggap 'pecundang'. Ingin sekali aku menjatuhkan air mata ini. Namun apadaya, aku rasa sia-sia jika aku menangis saat ini.
Setelah itu aku rasakan seseorang berdiri di belakangku, Ia berkata, "Sahabatmu ada benarnya juga. Kau gadis idaman tak pantas bergaul dengan seorang pecundang". Aku mengenali suara itu yang tak lain adalah suara Verdy. Ternyata tadi Verdy tak sengaja mendengar pembicaraanku dengan Cindy. Dengan reflek aku langsung memeluk Verdy sambil berkata padanya: "Ver, apapun yang terjadi aku tak akan menjauh darimu!". Lalu dengan spontan Verdy membalas: "Tapi kenapa? bukankah apa yang dikatakan mereka ada benarnya? Sadarlah Kierra. Dunia kita sangatlah berbeda bagai langit dan bumi". "Tidakkah kau membacanya Ver? tidakkah kau membaca dari raut wajahku bahwa aku menyukaimu?!!!", teriak ku sambil menangis dan berlari menjauhi Verdy. Namun dengan penuh ketidakpahaman Verdy mengejarku lalu bertanya: "Benarkah itu Kierra? yang kau katakan tadi? tapi aku aku.... bagaimana mungkin kau bisa menyukai loser seperti aku. Bukalah matamu Key. Aku ini hanya pria cupu". "Jadi semua ini karena penampilan? Verdy dengarkan aku. Perasaan cinta seseorang tak dapat tumbuh hanya karena dilihat dari penampilan. Mungkin ada beberapa orang yang mengalaminya, tapi menurutku itu bukanlah cinta melainkan hanya ketertarikan sesaat.", tegasku sambil membelakangi Verdy. "Jadi selama 11 bulan kita dekat ini kau sudah memiliki perasaan ini, Key?. Tapi apa? apa yang membuatmu jatuh cinta padaku?", tanyanya dengan ekspresi wajah linglung. Dengan tatapan mata yang mendalam padanya aku menjawab: "Kau berbeda Ver. Sejak awal aku mengenalmu, kau tak seperti pria lainnya yang hanya mendekatiku karena mengingini sesuatu. Aku merasakan hal yang 'baru' yang mungkin selama ini belum aku temukan sebelum aku mengenalmu. Kau membuatku nyaman berada di sisimu Ver. Sungguh tak pernah aku merasakan sebahagia ini. Hatiku telah memilihmu. Kau adalah bagian yang hilang dari puzzle hidupku ini. Tak peduli apa kata banyak orang. Mereka tak sependapat denganku. Aku memandangmu dari sisi yang berbeda Ver. Maafkan aku."
Sejak aku mengungkapkan hal itu, aku tak pernah bertemu dengan Verdy lagi karena saat itu adalah hari kelulusan. Hari terkahirku bertemu dengannya di sekolah.
***
Bertahun-tahun telah berlalu. Aku suka membayangkan hal yang terjadi padaku saat itu. Aku tahu ini gila. Sangat gila. Bagaimana mungkin seorang wanita menyatakan cinta dengan seorang pria yang sampai saat ini belum menanggapi perasaanmu tersebut?
Apakah Ia juga cinta padaku atau tidak sama sekali? Ini masih menjadi misteri bagiku.
Aku merindukanmu, Ver. Aku rindu tawamu. Aku ingin diajarkan melukis lagi denganmu.
Untuk saat ini, biar aku saja yang melukis masa lalu kita. Masa lalu yang sangat manis. Sungguh kau tak terlupakan. Ingin sekali aku melihat wajahmu lagi.
Jika waktu dapat diulang, aku lebih memilih untuk memendam perasaan ini dibandingkan tidak dapat bertemu denganmu lagi.
Jumat, 20 Desember 2013
Karena cinta atau memang kau yang bodoh?
Dia tidak peduli padamu, bodoh!
Mengapa kau tetap memikirkannya?
Mengapa kau tetap mencari perhatiannya?
Mengapa kau tetap cinta padanya? bahkan berharap dia melakukan hal yang sama denganmu. Kau berharap dia juga mencintaimu, bukan?. Coba lihat dimatanya saat ia menatapmu, apakah ia ada rasa yang 'lebih' buatmu?
Inilah kebodohanmu?
Bodoh memang!
Sial!!!! Inilah yang terjadi padaku. Aku bahkan tak tahu mengapa aku bisa menjadi sebodoh ini. Sejak aku jatuh cinta padanya, aku seakan-akan terlalu 'berharap' sesuatu yang mungkin tidak akan pernah terjadi seumur hidup.
Haruskah aku terus berdiam diri dalam kebodohan ini? Apa yang aku harus lakukan?
Presetan dengan kata-kata orang banyak. Aku akan tetap mencintaimu dari kejauhan, sayang. Aku akan tetap tinggal dalam kebodohan ini. Entah sampai kapan, aku yakin waktu akan menjawab semuanya.
Aku hanya dapat mengagumi mu dalam diam, tanpa seorangpun yang tahu. Tanpa seorangpun. Walaupun kau nampaknya tidak peduli padaku.
Ini indah bukan? menjadi pengagum rahasia? Indah tapi menyakitkan.
Biarkan aku seperti ini. Jangan ganggu hidupku. Jangan mencoba untuk menghapus perasaan ini. Aku tahu bahwa aku memang tak pantas untuknya. Tapi apa yang salah dengan perasaan seorang gadis kecil yang cinta namun tak menuntut banyak? Jadi ini namanya ketulusan. Biarkan semua mengalir seperti air. Perasaan ini, biar mengalir terus tanpa ada yang tahu penyebabnya mengalir.
Apakah kau pernah melihat bintang gemerlapan yang begitu indah di malam nyepi? Mereka ada banyak, bukan? tapi tak sebanyak hati ini peduli terhadapmu, tak sebanyak otak ini memikirkanmu. Kalau bisa kupinjamkan cahaya bintang untukmu supaya kau dapat membacaku, membaca perasaanku tanpa ku harus melontarkan kode-kode atau sinyal-sinyal bahwa aku menyukaimu.
Tapi siapa peduli. Aku hanya manusia biasa yak tak luput dari kesedihan.
Tanyakan hati ini penyebab aku bisa sesedih ini. Apa itu karena kebodohanku tetap mencintaimu ketika kau tak memperdulikanku? entahlah. Aku tak mengerti.
Rabu, 18 Desember 2013
Kekuatan Cinta (Part II)
Setiap malam, aku membayangkan hal yang sama. Air mataku selalu terjatuh saat memikirkan ini. Memang, makin hari sifat Tian makin berbeda terhadapku. Dia juga sering membatalkan janji denganku dengan alasan ada rapat osis. Padahal, kata Meredith rapat osis tak diadakan sesering itu. Namun aku hanya bisa memendam semuanya, aku tak mau Tian tahu bahwa aku telah melihatnya berdua sambil memegang tangan Jane.
Hingga suatu ketika, ayahku ditugaskan untuk bekerja di California, mau tidak mau aku dan keluargaku harus ikut pindah kesana.
Yang menjadi beban buatku adalah di mana aku harus berjauhan dengan Tian. LDR-an? haruskah? yang ada dia semakin dekat dengan Jane nantinya. Ah sudahlah, aku hanya bisa pasrah terhadap keadaan ini. Pesawat akan berangkat besok pagi pukul 07.00, maka hari ini juga ayahku mengurusi surat pindah dan lain sebagainya di sekolah.
Malampun tiba, ini adalah malam terakhirku di Jakarta, aku bahkan tak sempat berpamitan dengan teman-temanku, terutama Tian. Malam ini aku menulis sebuah surat untuk Tian. Aku berencana menitipkannya ke temanku. Aku harap Tian tak marah jika aku hanya dapat berpamitan padanya lewat sebuah surat.
***
Paginya aku menyempatkan diri untuk pergi ke rumah Amel untuk menitipkan surat ini kepada Tian. "Mell, maafin aku ga bisa pamitan sama temen-temen secara langsung, ini semua dadakan banget. Aku harap kalian mengerti", kataku kepada Amel. Lalu Amel menjawab: "Tak apa-apa Marsya, mereka pasti mengerti. Kamu baik-baik ya di sana, kita pasti merindukanmu. Dan bagaimana dengan Tian?". "Iya Amel, hmm Tian ya, ini aku punya sesuatu, tolong kamu titipin ke Tian yah", sahutku sambil memberikan secarik surat itu kepada Amel.
Setelah itu aku langsung balik menuju mobilku karena sudah ditunggu oleh orang tuaku.
Saat Amel sudah memberikan surat itu kepada Tian. Tanpa berpikir panjang, Tian langsung membuka surat itu dan membacanya.
Buat Sebastian Reinhard Clifton
Tian sayang, maafin aku karena aku hanya bisa menitipkan surat ini untukmu. Sayang, saat kamu membaca surat ini mungkin aku sudah tiba di California. Iya sayang, aku pindah ke sana dan melanjutkan sekah di sana oleh karena ayahku ditugaskan untuk bekerja di sana. Aku tahu ini berat buat kita, buat hubungan yang telah kita lewati selama 2 tahun ini. Mungkin di sana aku akan memiliki teman baru, rumah baru, suasana baru, namun tak akan pernah ku temukan pacar baru. Karena kamu adalah cinta sejatiku, sayang.
Sayang, aku sudah tahu semuanya. Aku tahu bahwa belakangan ini kamu menyembunyikan sesuatu dariku. Sejak saat itu, saat kamu mengatakan bahwa kamu rapat osis, sebenarnya hari itu tak ada rapat osis. Saat kamu tak mau ku ajak ke kantin dengan alasan kamu ingin belajar di kelas, ternyata kamu tidak belajar melainkan berselingkuh dengan Jane. Aku sudah tau itu semua sayang, aku bisa membaca perasaanmu melalui tatapan matamu yang berbeda. Kamu berubah sayang, kamu tak seperti Tian yang aku kenal dulu. Selama ini, aku hanya bisa menangis dalam diam, menutupi semua perasaanku di depan semua orang terutama kau dan Jane. Aku hanya bisa tersenyum walau aku tahu ini sulit sekali.
Mulai saat ini, aku harap kamu bisa berubah, kamu tak perlu khawatir. Aku sudah memaafkanmu dari awal. Tapi kamu harus janji satu hal padaku. Suatu saat jika aku kembali ke Jakarta, aku akan menemuimu sayang, kamu harus bisa bersikap lebih dewasa, aku ingin kau untuk tidak mengulangi kesalahanmu yaitu menduakanku. Aku juga berjanji untuk tidak mengkhianatimu. Aku percaya sepenuhnya ke kamu sayang. Tolong jangan kecewain aku.
Aku sayang kamu.
Jakarta, 25 April 2013
From your love, Marsya Angeline Jeffanta.
Tian menangis setelah membaca surat dariku, Ia menyadari bahwa selama ini Ia telah berkhianat terhadap cinta sejatinya. Air mata penuh penyesalan pun terjatuh dari mata pria manis ini dan terlintas di pikirannya, "Harusnya aku membuat hari-hari Marsya indah sebelum Ia pergi dari sini. Tapi aku malah menghancurkan kepercayaan yang telah Ia berikan kepadaku. Pataskah aku ini menerima cinta yang begitu tulus darinya? Dari Marsya yang aku kenal sejak lama, sejak kita masih bermain berdua di taman kanak-kanak. Aku baru merasakan kehilangan. Aku hanya dapat memeluknya dalam doa. Aku tak sabar ingin menemuinya, entah itu kapan!"
***
6 Tahun kemudian......
Aku sudah lulus dari bangku kuliahku. Aku ingin sekali kembali ke Indonesia, mencari pekerjaan di sana dan menetap tinggal di sana. Begini ya rasanya rindu terhadap tanah air. Aku rindu dengan Jakarta yang super macet, aku rindu akan banjir yang tak pernah absen mendatangi Jakarta tiap musim hujan, aku rindu naik becak, aku rindu dengan makanan-makanan dan jajan-jajanan khas Indonesia, yang paling utama adalah aku merindukanmu, Tian sayangku.
Besok aku berencana untuk kembali ke Indonesia, aku sudah diberi ijin oleh orang tuaku untuk kembali ke negeri tercinta. Tetapi aku tak memberitahukan hal ini kepada Tian. Aku ingin memberi sebuah kejutan untuknya.
***
07 Agustus 2019
Ini adalah hari pertamaku sejak 6 tahun terakhir menginjakkan kaki ku di Indonesia, di Jakarta lebih tepatnya. Aku sangat bahagia. Lalu aku pulang ke rumah lamaku yang sekarang ditempati oleh kakak ku dan menaruh semua barang-barangku. Walau agak lelah, aku tak memilih untuk istirahat terlebih dahulu. Aku langsung mengambil kunci mobilku yang sudah lama tak ku sentuh. "Kak, mobilku masih bisa dipake kan?", tanyaku kepada kakak ku yang berusia 3 tahun lebih tua dariku. "Masih kok, kakak pakai ke tempat kerja setiap hari, kakak selalu merawatnya kok", jawab kakak ku. "Okey bagus deh kak, aku pergi dulu ya dadaaaa", kataku sambil terburu-buru. "Hey! Marsya dengerin kakak! Kamu mau kemana? bukannya istirahat baru nyampe malah keluruyan. Ayo sini makan dulu kakak sudah siapkan makan malam untuk kita", tegas kakak ku. "Nanti aja kak, aku mau pergi bentarrrr aja, nanti aku makan di rumah kok byeeee", teriakku dari dalam mobil yang sudah berjalan menuju keluar rumah.
Wah ternyata banyak yang berubah ya, jalanan sudah rebih rapi dibandingkan yang dulu. Dengan kecepatan bagaikan aku adalah seorang pembalap mobil, aku langsung menghampiri rumah Tian. Dia tidak tahu bahwa aku sudah datang dari California.
Setibanya dirumah Tian, aku menekan bel yang ada di depan rumahnya.
"tingnungg, tingnung"
"Iya tunggu sebentar", suara seorang perempuan yang tak lain adalah ibu Tian sendiri.
"Marsya? ini kamu yaa? yaampun sudah lama sekali tak bertemu. Tante kangen dengan kamu nak. sini sini masuk dulu", kata ibu Tian.
Lalu aku memasuki rumah Tian dan duduk di sofa sambil berbincang-bincang dengan ibu Tian ditemani oleh secangkir teh hangat.
"Tian nya ada tante?" tanyaku sambil tersenyum. "Tiannya lagi jemput adiknya, kamu tunggu aja di sini sama tante. Bentar lagi dia nyampe rumah kok", sahut ibu Tian. Lalu kami berbincang-bincang mengenai kehidupanku saat di California. Ternyata Tian sudah cerita semuanya kepada ibunya tentang hal buruk yang pernah dilakukan Tian kepadaku di masa lalu.
"Kamu tak usah takut, Marsya. Tante berani jamin sekarang Tian sudah berubah. Dia berjanji dihadapan tante kalau dia tak akan mengulangi kejadian itu.", ucap ibu Tian.
"Mah! Mamah! kok ada mobil Marsya?", ku dengar teriakan Tian dari luar. Lalu aku dan ibu Tian keluar menghampiri Tian. Ia terkejut dan langsung memelukku. "Sayang, aku kangen banget sama kamu. Aku bahkan tak sempat mengucapkan selamat tinggal saat kau pergi", kata Tian sambil mengeluskan kepalaku. Aku tak dapat mengatakan apapun. Aku sangat bahagia dapat melihat senyum Tian lagi. Air mata bahagia mengalir di mataku, ya bisa dibayangkan gimana rasanya tak bertemu orang yang kita sayang dalam waktu 6 tahun
"Aku berjanji tak akan mengulangi kesalahanku di masa lalu, sayang. Aku sangat menyesal saat kau pergi dari sini. Aku menyadari bahwa aku telah melakukan hal terbodoh dalam hidupku. Aku bersedia mengorbankan hidupku demi kamu. Maukah kau menjadi istriku, Marsya Sayang? Aku telah menanti-nantikan momen ini sejak lama", sambil meneteskan air mata kebahagiaan, Tian mengatakan hal itu padaku. "Tian? aku bahkan belum mengucapkan apapun sejak 6 tahun terakhir ini padamu, dan kamu memintaku untuk menjadi istrimu? apa kau yakin?", sahutku. "Aku yakin sayang. Percayalah padaku aku mohon", kata Tian dengan menatap mataku. "Hmm baiklah, tapi kamu harus berjanji seauatu padaku", jawabku tegas. "Apapun sayang, apapun akan ku lakukan untukmu", kata Tian lagi. "Aku ingin kamu mencintaiku seumur hidupku, menerima segala kekuranganku. Bersediakah?" Lalu Tian menjawab dengan tegas, "Aku bersedia sayang, aku akan berusaha untuk menepati janji-janjiku".
Sejak saat itu, aku menerima Tian, keluargaku pun juga menerimanya,
Aku yakin ini adalah permulaan, permulaan dari cerita yang sesungguhnya. Cerita cinta kita, Aku dan Tian. Kita berdua tak akan dapat dipisahkan oleh apapun. Mulai saat ini, sisa hidupku akan ku habiskan bersamamu.
Kekuatan Cinta (Part I)
"Hentakan kaki yang berbunyi mendekatiku, seolah-olah itu kamu. Ternyata memang iya itu adalah kamu!. Kali ini firasatku benar"
Marsya!, sapanya menegurku sambil memukul pundakku. Dengan tetap membaca novel favoritku, aku menjawabnya dengan cuek. Aku memang tak bermaksud untuk mengabaikannya. Tetapi setelah kejadian itu, dia "ngambek" karena dia kira aku udah nggak peduli lagi dengannya.
Padahal aku nggak berniat melakukannya. Aku hanya sedang berada pada mood terburuk ku karena banyak hal yang tidak menyenangkan terjadi hari itu.
Haha lucu memang hubungan ini berlangsung seperti ini. Sesungguhnya aku ingin sekali dia menjadi agak dewasa. Iya, aku lelah dengan semua sandiwara ini! sifatnya yang seperti anak kecil membuatku tidak nyaman dan merasa dikekang. Tapi kenapa? kenapa aku tetap cinta kepadanya? padahal dia bukan pria ideal buatku. Pria ideal bagiku adalah bukan ditunjukkan dengan kelebihan fisik melainkan dengan sikap dan kepribadian yang bisa dikatakan mengerti atau pengertian atau setidaknya cara berpikirnya jangan seperti anak kecil!
Sudahlah, aku kira aku terlalu menuntut banyak. Dengan semua kekurangan yang dimiliki Tian, aku juga harus belajar untuk menjadi dewasa, aku harus mengerti akan kelabilannya, cara berpikirnya, sifatnya yang suka dikit-dikit 'ngambek'.
"Ayo berubah sayang! jangan seperti itu lagi, kita sudah 18 tahun, bukan anak bocah smp yang masih cinta-cinta monyet", tegurku halus dengan tatapan dan senyuman penuh cinta buat Tian, kekasihku.
Oiya, perlu aku jelasin kalau aku dan Tian sudah berteman dari kecil, dan kita memulai hubungan ini sekitar 2 tahun yang lalu. Tepatnya saat kami berada di bangku SMP
Tian adalah cowok yang tidak terlalu populer di sekolah. Ia hanya pria biasa yang berhasil menaklukan hatiku lewat senyumannya dan tentu juga mungkin karena aku terlalu nyaman berada di sisinya sejak aku masih kecil.
***
Keesokan harinya aku melihat Tian sedang duduk bersama salah satu teman kelasku. Dia sangat cantik dan menawan. Tapi aku tak ada prasangka buruk sama sekali terhadap mereka.
"Jane!", teriakku dari kejauhan yang bermaksud untuk mencari perhatian Tian yang sedang duduk berdua dengan Jane. Lalu Jane menyuruhku untuk mendekat. "Sedang apa kalian?", tanyaku sambil tersenyum pada mereka. "Kami hanya membicarakan soal kegiatan osis yang akan dilaksanakan minggu depan", sahut Jane. "Rencananya kita, para osis akan membuat acara prom night untuk malam saat ulang tahun sekolah", kata Tian menlanjuti perkataan Jane. "Ide bagus! aku setuju dengan acara itu. Tetapi kenapa hanya kalian berdua yang membicarakan acara seperti itu apalagi di tempat seperti ini (saat itu kami sedang berada di taman sekolah). "Ini hanya awal Marsya Sayang, nanti kami akan bicarakan saat rapat osis sepulang sekolah di ruang osis", sahut Tian.
Kringg!!!! Kringgg!!!!! Kringgggg!!!!!!
Bel berbunyi tiga kali yang berarti kita harus masuk kelas.
"Hmm, yaudah bel udah bunyi tuh, ayo kita masuk kelas.", kata Jane kepada aku dan Tian. Lalu kami bertiga jalan bersama menuju ke kelas kami.
***
Saat pulang sekolah, aku pulang duluan tanpa diketahui oleh Tian karena Tian dan Jane sudah pergi ke ruang osis.
"Uuh Tian kenapa sih!!" Ungkapku kesal sambil mencoba menelefon nya beberapa kali namun tak kunjung di angkat. Tian tak biasanya seperti ini. Tidak mungkin rapat osis berlangsung sampai pukul 6 sore begini. Aku semakin khawatir lalu aku mencoba untuk menghubungi Jane. Tetapi Jane juga tidak mengangkat telefon dariku. Lalu terlintas di otakku, coba aku hubungi temanku, Meredith. Dia adalah ketua osis. Siapa tau Meredith sedang bersama dengan Tian, Jane dan osis-osis yang lainnya.
Aku: Hallo Meredith. Ini Meredith kan?
Meredith: Hallo Marsya, iya ini aku. Ada apa menelefonku?
Aku: Aku mau nanya, kamu udah selesai rapat osis gak?
Meredith: Rapat osis? Hari ini ga ada rapat osis, Sya. Rencananya rapat akan diadakan 2 hari lagi. Memangnya kenapa?
Aku: Serius? Aku kira sekarang ada rapat. Makasih ya buat informasinya dan maaf ya mengganggu.
Meredith: Sama-sama Marsya, ooh iya gak apa kok.
Kalau tidak ada rapat osis, mereka kemana dong? Ah sudahlah, tak usah terlalu panik Marsya, ingat kamu harus saling percaya dengan Tian.
Apapun yang Tian lakukan saat ini, dia tak mungkin mengkhianatimu Marsya!.
***
"Tian kamu kemaren kemana aja, Sayang?", tanyaku menghampiri Tian yang sedang duduk di kelas. "Maaf sayang, kemarin aku aku..... aku rapat osis trus pulangnya malem banget jadi aku ga sempet ngabarin kamu. Maafin aku, Sayang", jawab Tian dengan ekspresi wajah seperti orang berbohong. Aku hanya tersenyum mendengar perkataan Tian, walaupun aku tahu bahwa Tian sedang berbohong, aku hanya memilih untuk diam saja. "Iya gapapa kok, kita ke kantin yuk? Aku laper", kataku mengajak Tian. Tetapi Tian lebih memilih untuk tetap tinggal di kelas dengan alasan mau belajar buat ulangan sebentar lagi. Lalu akupun pergi meninggalkan Tian sendiri di kelas dan langsung pergi ke kantin untuk memberi makan cacing-cacing yang sedang demo di perutku. Setelah selesai makan, aku berjalan menuju kelas Tian, aku melihat dari luar jendela kelas Tian, melihat sesuatu yang membuat hatiku menangis, entah apa nama perasaan ini. Aku rasa ini adalah rasa cemburu. Iya, aku melihat Tian berdua di kelas bersama Jane sambil berpegangan tangan. Tanpa diketahui oleh mereka, aku langsung berlari mencari tempat yang sepi supaya aku dapat melampiaskan rasa ini dengan tangisan. Air mataku tak tertahankan. Aku tak bisa membayangkan bahwa Tian, belahan jiwaku selama.ini telah mengkhianatiku. Apa yang membuat sifatnya berubah seperti ini? Yang aku tahu adalah dulu dia sangat mencintaiku dan menjadikanku satu-satunya gadis yang ada di hatinya. Pikiranku berantakan! Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku tak mau kehilangan Tian tetapi aku juga tak mau bermasalah dengan sahabatku sendiri, Jane. Mengapa Jane melakukan ini padaku? Aku kira kedekatan Tian dan Jane hanyalah sebatas rekan osis. Tetapi perkiraanku salah, mereka mungkin mempunyai hubungan yang 'spesial'. Dan yang tidak aku pahami, mengapa Jane mau dijadikan selir hati atau kekasih gelap? Aku tak mengerti apa yang sedang terjadi. Apa yang harus aku lakukan saat berada di depan mereka? pasti aku tidak bisa menahan air mata saat ada di depan mereka.
***
Sepulang sekolah, aku disapa oleh Tian dan Ia juga mengajakku untuk makan siang berdua di tempat biasa. Kali ini, sejauh mata memandang aku tidak melihat Jane. "Di mana Jane?", tanyaku kepada Tian. "Kenapa kamu nanyakin dia? mungkin dia udah pulang duluan", sahut Tian dengan nada lembut. "Hmm ga kenapa kok sayang, yuk kita berangkat", jawabku. Setelah itu aku dan Tian saling bertatapan sambil berjalan menuju parkir mobil. "Tunggu sebentar sayang", desak Tian sambil menatapku dengan detail. "Ada apa sayang?, sahutku kebingungan. "Sepertinya ada pelangi nih, pasti tadi habis hujan", kata Tian. Dan aku makin tak mengerti apa maksud pria manis ini. "Ada pelangi di matamu, sayang. Matamu sembab, kamu habis menangis ya? Kalau ada apa-apa cerita sama aku dong", kata Tian. "Aku? Menangis? Hahahahaa gak mungkin lah sayang, buat apa coba aku menangis. Tadi mataku kelilipan nih makanya jadi kayak gini deh hehe", sahutku dengan penuh kebohongan. Ini adalah pertama kalinya dalam hidup aku membohongi Tian. "Kamu yakin gapapa?", tanya Tian sambil memegang bahuku dan menatap mataku dengan tajam. "Sungguh, sayang :)" tegasku. Sungguh aku menahan air mataku dengan erat saat Tian menatap mataku, aku tak sanggup melihatnya, yang aku bayangkan saat itu adalah Tian melakukan hal yang sama dengan yang Ia lakukan terhadap Jane.
BERSAMBUNG.........
Sabtu, 07 Desember 2013
Secret Admirer
Aku bahkan tidak tau harus mulai menulis darimana. Tapi perasaan ini tentu ingin mengungkapkan semuanya melalui curahan hati yang tergores di sini. Perasaan yang tentu saja aku tak pahami, entah apa maksud dari semua ini. Apakah aku telah jatuh cinta atau hanya sekedar rasa ketertarikan sesaat?
Cerita ini dimulai sejak aku menginjak usiaku yang ke-15 tahun. Aku tahu bahwa aku belum cukup dewasa untuk mengerti apa itu cinta. Tapi apa yang aku rasakan tak dapat ku pungkiri.
Kamu. iya kamu! aku bahkan belum lama mengenalmu. Tetapi apa daya otak ini selalu memikirkanmu. Setiap hari bahkan setiap saat.
Kamu selalu ada saat ku membutuhkan seseorang untuk mencurahkan isi hatiku, kamu satu-satunya orang yang dapat membuatku tertawa bahkan ketika aku tak ingin melakukannya sama sekali.
Kelakuan konyol mu, gurauan manismu dan senyum mu yang memikat hatiku telah membuatku meyakini bahwa aku sedang jatuh cinta padamu.
Tetapi haruskan rasa ini aku ungkapkan padamu? Aku takut jika aku mengungkapkannya. Aku takut kamu tidak suka atau tidak terima dengan kenyataan bahwa hatiku memilihmu. Aku khawatir kamu menjauh dari hidupku dan yang paling menyeramkan bagiku adalah ketika suatu saat nanti tak ada lagi orang yang dapat membuatku tertawa di saat aku dalam mood terburuk sekalipun. Karena yang aku tau cuma kamu. Cuma kamu dan hanya kamu yang mampu melakukannya.
Menyedihkan bukan? aku hanya dapat mencintaimu dalam diam. Ketakutan dan kecemasan hati ini membunuhku. Aku hanya dapat tertawa bersamamu ketika kau ocehkan gurauan-gurauan mu yang membuat hatiku merasa beruntung mengenalmu. Walau hanya sebatas teman, kamu tidak tau bahwa diam-diam aku berharap kamu memperlakukan aku berbeda dengan teman-teman yang lainnya.
Tapi itu hanya sebatas harapan. Aku hanya bisa berharap bahwa kamu memiliki perasaan yang sama denganku. Supaya kita dapat saling berpelukan dalam doa, harapan kita masing-masing.
Cinta dalam diam. Menyakitkan memang.