Setiap malam, aku membayangkan hal yang sama. Air mataku selalu terjatuh saat memikirkan ini. Memang, makin hari sifat Tian makin berbeda terhadapku. Dia juga sering membatalkan janji denganku dengan alasan ada rapat osis. Padahal, kata Meredith rapat osis tak diadakan sesering itu. Namun aku hanya bisa memendam semuanya, aku tak mau Tian tahu bahwa aku telah melihatnya berdua sambil memegang tangan Jane.
Hingga suatu ketika, ayahku ditugaskan untuk bekerja di California, mau tidak mau aku dan keluargaku harus ikut pindah kesana.
Yang menjadi beban buatku adalah di mana aku harus berjauhan dengan Tian. LDR-an? haruskah? yang ada dia semakin dekat dengan Jane nantinya. Ah sudahlah, aku hanya bisa pasrah terhadap keadaan ini. Pesawat akan berangkat besok pagi pukul 07.00, maka hari ini juga ayahku mengurusi surat pindah dan lain sebagainya di sekolah.
Malampun tiba, ini adalah malam terakhirku di Jakarta, aku bahkan tak sempat berpamitan dengan teman-temanku, terutama Tian. Malam ini aku menulis sebuah surat untuk Tian. Aku berencana menitipkannya ke temanku. Aku harap Tian tak marah jika aku hanya dapat berpamitan padanya lewat sebuah surat.
***
Paginya aku menyempatkan diri untuk pergi ke rumah Amel untuk menitipkan surat ini kepada Tian. "Mell, maafin aku ga bisa pamitan sama temen-temen secara langsung, ini semua dadakan banget. Aku harap kalian mengerti", kataku kepada Amel. Lalu Amel menjawab: "Tak apa-apa Marsya, mereka pasti mengerti. Kamu baik-baik ya di sana, kita pasti merindukanmu. Dan bagaimana dengan Tian?". "Iya Amel, hmm Tian ya, ini aku punya sesuatu, tolong kamu titipin ke Tian yah", sahutku sambil memberikan secarik surat itu kepada Amel.
Setelah itu aku langsung balik menuju mobilku karena sudah ditunggu oleh orang tuaku.
Saat Amel sudah memberikan surat itu kepada Tian. Tanpa berpikir panjang, Tian langsung membuka surat itu dan membacanya.
Buat Sebastian Reinhard Clifton
Tian sayang, maafin aku karena aku hanya bisa menitipkan surat ini untukmu. Sayang, saat kamu membaca surat ini mungkin aku sudah tiba di California. Iya sayang, aku pindah ke sana dan melanjutkan sekah di sana oleh karena ayahku ditugaskan untuk bekerja di sana. Aku tahu ini berat buat kita, buat hubungan yang telah kita lewati selama 2 tahun ini. Mungkin di sana aku akan memiliki teman baru, rumah baru, suasana baru, namun tak akan pernah ku temukan pacar baru. Karena kamu adalah cinta sejatiku, sayang.
Sayang, aku sudah tahu semuanya. Aku tahu bahwa belakangan ini kamu menyembunyikan sesuatu dariku. Sejak saat itu, saat kamu mengatakan bahwa kamu rapat osis, sebenarnya hari itu tak ada rapat osis. Saat kamu tak mau ku ajak ke kantin dengan alasan kamu ingin belajar di kelas, ternyata kamu tidak belajar melainkan berselingkuh dengan Jane. Aku sudah tau itu semua sayang, aku bisa membaca perasaanmu melalui tatapan matamu yang berbeda. Kamu berubah sayang, kamu tak seperti Tian yang aku kenal dulu. Selama ini, aku hanya bisa menangis dalam diam, menutupi semua perasaanku di depan semua orang terutama kau dan Jane. Aku hanya bisa tersenyum walau aku tahu ini sulit sekali.
Mulai saat ini, aku harap kamu bisa berubah, kamu tak perlu khawatir. Aku sudah memaafkanmu dari awal. Tapi kamu harus janji satu hal padaku. Suatu saat jika aku kembali ke Jakarta, aku akan menemuimu sayang, kamu harus bisa bersikap lebih dewasa, aku ingin kau untuk tidak mengulangi kesalahanmu yaitu menduakanku. Aku juga berjanji untuk tidak mengkhianatimu. Aku percaya sepenuhnya ke kamu sayang. Tolong jangan kecewain aku.
Aku sayang kamu.
Jakarta, 25 April 2013
From your love, Marsya Angeline Jeffanta.
Tian menangis setelah membaca surat dariku, Ia menyadari bahwa selama ini Ia telah berkhianat terhadap cinta sejatinya. Air mata penuh penyesalan pun terjatuh dari mata pria manis ini dan terlintas di pikirannya, "Harusnya aku membuat hari-hari Marsya indah sebelum Ia pergi dari sini. Tapi aku malah menghancurkan kepercayaan yang telah Ia berikan kepadaku. Pataskah aku ini menerima cinta yang begitu tulus darinya? Dari Marsya yang aku kenal sejak lama, sejak kita masih bermain berdua di taman kanak-kanak. Aku baru merasakan kehilangan. Aku hanya dapat memeluknya dalam doa. Aku tak sabar ingin menemuinya, entah itu kapan!"
***
6 Tahun kemudian......
Aku sudah lulus dari bangku kuliahku. Aku ingin sekali kembali ke Indonesia, mencari pekerjaan di sana dan menetap tinggal di sana. Begini ya rasanya rindu terhadap tanah air. Aku rindu dengan Jakarta yang super macet, aku rindu akan banjir yang tak pernah absen mendatangi Jakarta tiap musim hujan, aku rindu naik becak, aku rindu dengan makanan-makanan dan jajan-jajanan khas Indonesia, yang paling utama adalah aku merindukanmu, Tian sayangku.
Besok aku berencana untuk kembali ke Indonesia, aku sudah diberi ijin oleh orang tuaku untuk kembali ke negeri tercinta. Tetapi aku tak memberitahukan hal ini kepada Tian. Aku ingin memberi sebuah kejutan untuknya.
***
07 Agustus 2019
Ini adalah hari pertamaku sejak 6 tahun terakhir menginjakkan kaki ku di Indonesia, di Jakarta lebih tepatnya. Aku sangat bahagia. Lalu aku pulang ke rumah lamaku yang sekarang ditempati oleh kakak ku dan menaruh semua barang-barangku. Walau agak lelah, aku tak memilih untuk istirahat terlebih dahulu. Aku langsung mengambil kunci mobilku yang sudah lama tak ku sentuh. "Kak, mobilku masih bisa dipake kan?", tanyaku kepada kakak ku yang berusia 3 tahun lebih tua dariku. "Masih kok, kakak pakai ke tempat kerja setiap hari, kakak selalu merawatnya kok", jawab kakak ku. "Okey bagus deh kak, aku pergi dulu ya dadaaaa", kataku sambil terburu-buru. "Hey! Marsya dengerin kakak! Kamu mau kemana? bukannya istirahat baru nyampe malah keluruyan. Ayo sini makan dulu kakak sudah siapkan makan malam untuk kita", tegas kakak ku. "Nanti aja kak, aku mau pergi bentarrrr aja, nanti aku makan di rumah kok byeeee", teriakku dari dalam mobil yang sudah berjalan menuju keluar rumah.
Wah ternyata banyak yang berubah ya, jalanan sudah rebih rapi dibandingkan yang dulu. Dengan kecepatan bagaikan aku adalah seorang pembalap mobil, aku langsung menghampiri rumah Tian. Dia tidak tahu bahwa aku sudah datang dari California.
Setibanya dirumah Tian, aku menekan bel yang ada di depan rumahnya.
"tingnungg, tingnung"
"Iya tunggu sebentar", suara seorang perempuan yang tak lain adalah ibu Tian sendiri.
"Marsya? ini kamu yaa? yaampun sudah lama sekali tak bertemu. Tante kangen dengan kamu nak. sini sini masuk dulu", kata ibu Tian.
Lalu aku memasuki rumah Tian dan duduk di sofa sambil berbincang-bincang dengan ibu Tian ditemani oleh secangkir teh hangat.
"Tian nya ada tante?" tanyaku sambil tersenyum. "Tiannya lagi jemput adiknya, kamu tunggu aja di sini sama tante. Bentar lagi dia nyampe rumah kok", sahut ibu Tian. Lalu kami berbincang-bincang mengenai kehidupanku saat di California. Ternyata Tian sudah cerita semuanya kepada ibunya tentang hal buruk yang pernah dilakukan Tian kepadaku di masa lalu.
"Kamu tak usah takut, Marsya. Tante berani jamin sekarang Tian sudah berubah. Dia berjanji dihadapan tante kalau dia tak akan mengulangi kejadian itu.", ucap ibu Tian.
"Mah! Mamah! kok ada mobil Marsya?", ku dengar teriakan Tian dari luar. Lalu aku dan ibu Tian keluar menghampiri Tian. Ia terkejut dan langsung memelukku. "Sayang, aku kangen banget sama kamu. Aku bahkan tak sempat mengucapkan selamat tinggal saat kau pergi", kata Tian sambil mengeluskan kepalaku. Aku tak dapat mengatakan apapun. Aku sangat bahagia dapat melihat senyum Tian lagi. Air mata bahagia mengalir di mataku, ya bisa dibayangkan gimana rasanya tak bertemu orang yang kita sayang dalam waktu 6 tahun
"Aku berjanji tak akan mengulangi kesalahanku di masa lalu, sayang. Aku sangat menyesal saat kau pergi dari sini. Aku menyadari bahwa aku telah melakukan hal terbodoh dalam hidupku. Aku bersedia mengorbankan hidupku demi kamu. Maukah kau menjadi istriku, Marsya Sayang? Aku telah menanti-nantikan momen ini sejak lama", sambil meneteskan air mata kebahagiaan, Tian mengatakan hal itu padaku. "Tian? aku bahkan belum mengucapkan apapun sejak 6 tahun terakhir ini padamu, dan kamu memintaku untuk menjadi istrimu? apa kau yakin?", sahutku. "Aku yakin sayang. Percayalah padaku aku mohon", kata Tian dengan menatap mataku. "Hmm baiklah, tapi kamu harus berjanji seauatu padaku", jawabku tegas. "Apapun sayang, apapun akan ku lakukan untukmu", kata Tian lagi. "Aku ingin kamu mencintaiku seumur hidupku, menerima segala kekuranganku. Bersediakah?" Lalu Tian menjawab dengan tegas, "Aku bersedia sayang, aku akan berusaha untuk menepati janji-janjiku".
Sejak saat itu, aku menerima Tian, keluargaku pun juga menerimanya,
Aku yakin ini adalah permulaan, permulaan dari cerita yang sesungguhnya. Cerita cinta kita, Aku dan Tian. Kita berdua tak akan dapat dipisahkan oleh apapun. Mulai saat ini, sisa hidupku akan ku habiskan bersamamu.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar