"Hentakan kaki yang berbunyi mendekatiku, seolah-olah itu kamu. Ternyata memang iya itu adalah kamu!. Kali ini firasatku benar"
Marsya!, sapanya menegurku sambil memukul pundakku. Dengan tetap membaca novel favoritku, aku menjawabnya dengan cuek. Aku memang tak bermaksud untuk mengabaikannya. Tetapi setelah kejadian itu, dia "ngambek" karena dia kira aku udah nggak peduli lagi dengannya.
Padahal aku nggak berniat melakukannya. Aku hanya sedang berada pada mood terburuk ku karena banyak hal yang tidak menyenangkan terjadi hari itu.
Haha lucu memang hubungan ini berlangsung seperti ini. Sesungguhnya aku ingin sekali dia menjadi agak dewasa. Iya, aku lelah dengan semua sandiwara ini! sifatnya yang seperti anak kecil membuatku tidak nyaman dan merasa dikekang. Tapi kenapa? kenapa aku tetap cinta kepadanya? padahal dia bukan pria ideal buatku. Pria ideal bagiku adalah bukan ditunjukkan dengan kelebihan fisik melainkan dengan sikap dan kepribadian yang bisa dikatakan mengerti atau pengertian atau setidaknya cara berpikirnya jangan seperti anak kecil!
Sudahlah, aku kira aku terlalu menuntut banyak. Dengan semua kekurangan yang dimiliki Tian, aku juga harus belajar untuk menjadi dewasa, aku harus mengerti akan kelabilannya, cara berpikirnya, sifatnya yang suka dikit-dikit 'ngambek'.
"Ayo berubah sayang! jangan seperti itu lagi, kita sudah 18 tahun, bukan anak bocah smp yang masih cinta-cinta monyet", tegurku halus dengan tatapan dan senyuman penuh cinta buat Tian, kekasihku.
Oiya, perlu aku jelasin kalau aku dan Tian sudah berteman dari kecil, dan kita memulai hubungan ini sekitar 2 tahun yang lalu. Tepatnya saat kami berada di bangku SMP
Tian adalah cowok yang tidak terlalu populer di sekolah. Ia hanya pria biasa yang berhasil menaklukan hatiku lewat senyumannya dan tentu juga mungkin karena aku terlalu nyaman berada di sisinya sejak aku masih kecil.
***
Keesokan harinya aku melihat Tian sedang duduk bersama salah satu teman kelasku. Dia sangat cantik dan menawan. Tapi aku tak ada prasangka buruk sama sekali terhadap mereka.
"Jane!", teriakku dari kejauhan yang bermaksud untuk mencari perhatian Tian yang sedang duduk berdua dengan Jane. Lalu Jane menyuruhku untuk mendekat. "Sedang apa kalian?", tanyaku sambil tersenyum pada mereka. "Kami hanya membicarakan soal kegiatan osis yang akan dilaksanakan minggu depan", sahut Jane. "Rencananya kita, para osis akan membuat acara prom night untuk malam saat ulang tahun sekolah", kata Tian menlanjuti perkataan Jane. "Ide bagus! aku setuju dengan acara itu. Tetapi kenapa hanya kalian berdua yang membicarakan acara seperti itu apalagi di tempat seperti ini (saat itu kami sedang berada di taman sekolah). "Ini hanya awal Marsya Sayang, nanti kami akan bicarakan saat rapat osis sepulang sekolah di ruang osis", sahut Tian.
Kringg!!!! Kringgg!!!!! Kringgggg!!!!!!
Bel berbunyi tiga kali yang berarti kita harus masuk kelas.
"Hmm, yaudah bel udah bunyi tuh, ayo kita masuk kelas.", kata Jane kepada aku dan Tian. Lalu kami bertiga jalan bersama menuju ke kelas kami.
***
Saat pulang sekolah, aku pulang duluan tanpa diketahui oleh Tian karena Tian dan Jane sudah pergi ke ruang osis.
"Uuh Tian kenapa sih!!" Ungkapku kesal sambil mencoba menelefon nya beberapa kali namun tak kunjung di angkat. Tian tak biasanya seperti ini. Tidak mungkin rapat osis berlangsung sampai pukul 6 sore begini. Aku semakin khawatir lalu aku mencoba untuk menghubungi Jane. Tetapi Jane juga tidak mengangkat telefon dariku. Lalu terlintas di otakku, coba aku hubungi temanku, Meredith. Dia adalah ketua osis. Siapa tau Meredith sedang bersama dengan Tian, Jane dan osis-osis yang lainnya.
Aku: Hallo Meredith. Ini Meredith kan?
Meredith: Hallo Marsya, iya ini aku. Ada apa menelefonku?
Aku: Aku mau nanya, kamu udah selesai rapat osis gak?
Meredith: Rapat osis? Hari ini ga ada rapat osis, Sya. Rencananya rapat akan diadakan 2 hari lagi. Memangnya kenapa?
Aku: Serius? Aku kira sekarang ada rapat. Makasih ya buat informasinya dan maaf ya mengganggu.
Meredith: Sama-sama Marsya, ooh iya gak apa kok.
Kalau tidak ada rapat osis, mereka kemana dong? Ah sudahlah, tak usah terlalu panik Marsya, ingat kamu harus saling percaya dengan Tian.
Apapun yang Tian lakukan saat ini, dia tak mungkin mengkhianatimu Marsya!.
***
"Tian kamu kemaren kemana aja, Sayang?", tanyaku menghampiri Tian yang sedang duduk di kelas. "Maaf sayang, kemarin aku aku..... aku rapat osis trus pulangnya malem banget jadi aku ga sempet ngabarin kamu. Maafin aku, Sayang", jawab Tian dengan ekspresi wajah seperti orang berbohong. Aku hanya tersenyum mendengar perkataan Tian, walaupun aku tahu bahwa Tian sedang berbohong, aku hanya memilih untuk diam saja. "Iya gapapa kok, kita ke kantin yuk? Aku laper", kataku mengajak Tian. Tetapi Tian lebih memilih untuk tetap tinggal di kelas dengan alasan mau belajar buat ulangan sebentar lagi. Lalu akupun pergi meninggalkan Tian sendiri di kelas dan langsung pergi ke kantin untuk memberi makan cacing-cacing yang sedang demo di perutku. Setelah selesai makan, aku berjalan menuju kelas Tian, aku melihat dari luar jendela kelas Tian, melihat sesuatu yang membuat hatiku menangis, entah apa nama perasaan ini. Aku rasa ini adalah rasa cemburu. Iya, aku melihat Tian berdua di kelas bersama Jane sambil berpegangan tangan. Tanpa diketahui oleh mereka, aku langsung berlari mencari tempat yang sepi supaya aku dapat melampiaskan rasa ini dengan tangisan. Air mataku tak tertahankan. Aku tak bisa membayangkan bahwa Tian, belahan jiwaku selama.ini telah mengkhianatiku. Apa yang membuat sifatnya berubah seperti ini? Yang aku tahu adalah dulu dia sangat mencintaiku dan menjadikanku satu-satunya gadis yang ada di hatinya. Pikiranku berantakan! Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku tak mau kehilangan Tian tetapi aku juga tak mau bermasalah dengan sahabatku sendiri, Jane. Mengapa Jane melakukan ini padaku? Aku kira kedekatan Tian dan Jane hanyalah sebatas rekan osis. Tetapi perkiraanku salah, mereka mungkin mempunyai hubungan yang 'spesial'. Dan yang tidak aku pahami, mengapa Jane mau dijadikan selir hati atau kekasih gelap? Aku tak mengerti apa yang sedang terjadi. Apa yang harus aku lakukan saat berada di depan mereka? pasti aku tidak bisa menahan air mata saat ada di depan mereka.
***
Sepulang sekolah, aku disapa oleh Tian dan Ia juga mengajakku untuk makan siang berdua di tempat biasa. Kali ini, sejauh mata memandang aku tidak melihat Jane. "Di mana Jane?", tanyaku kepada Tian. "Kenapa kamu nanyakin dia? mungkin dia udah pulang duluan", sahut Tian dengan nada lembut. "Hmm ga kenapa kok sayang, yuk kita berangkat", jawabku. Setelah itu aku dan Tian saling bertatapan sambil berjalan menuju parkir mobil. "Tunggu sebentar sayang", desak Tian sambil menatapku dengan detail. "Ada apa sayang?, sahutku kebingungan. "Sepertinya ada pelangi nih, pasti tadi habis hujan", kata Tian. Dan aku makin tak mengerti apa maksud pria manis ini. "Ada pelangi di matamu, sayang. Matamu sembab, kamu habis menangis ya? Kalau ada apa-apa cerita sama aku dong", kata Tian. "Aku? Menangis? Hahahahaa gak mungkin lah sayang, buat apa coba aku menangis. Tadi mataku kelilipan nih makanya jadi kayak gini deh hehe", sahutku dengan penuh kebohongan. Ini adalah pertama kalinya dalam hidup aku membohongi Tian. "Kamu yakin gapapa?", tanya Tian sambil memegang bahuku dan menatap mataku dengan tajam. "Sungguh, sayang :)" tegasku. Sungguh aku menahan air mataku dengan erat saat Tian menatap mataku, aku tak sanggup melihatnya, yang aku bayangkan saat itu adalah Tian melakukan hal yang sama dengan yang Ia lakukan terhadap Jane.
BERSAMBUNG.........
Tidak ada komentar :
Posting Komentar