Hai, nama aku Kierra. Aku pengen ceritain suatu kisah yang sangat mengesankan ketika aku berada di bangku SMA. Aku tahu bahwa ini adalah suatu kenangan yang paling indah dalam hidupku, ini adalah saat-saat yang tak akan pernah aku lupakan. Meskipun aku menyadari bahwa ini semua tak akan dapat terulang kembali. Semuanya, telah hilang lenyap dimakan oleh waktu. Yang tersisa hanyalah kenangan. Andai aku tahu bahwa ini semua akan berakhir, aku pasti akan menggunakan waktu sebaik-baiknya saat aku berada di sampingnya.
***
Verdy. Nama itu indah bukan? tapi ketahuilah, bahwa itu tak seindah kenangan ini. Sejak pertama kali aku mengenalnya, aku merasakan sesuatu yang berbeda dalam hatiku. Meski tak ku pahami, namun perasaan ini terus menjelma dalam jiwaku bahkan merasuki pikiranku setiap saat.
Verdy adalah seorang pria yang dianggap "cupu" oleh teman-temanku. Dia mengenakan celana di atas pinggang, baju yang kebesaran, dasi yang mencekik lehernya. Memang, penampilannya sangat aneh bagi beberapa orang. Ia juga mengenakan kaca mata yang berukuran lumayan besar. Rambutnya selalu disisir rapi. Ia tak seperti pria-prian lain yang berpenampilan "cool" ke sekolah walau hanya bermodal fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh orang tua mereka.
***
Suatu ketika, aku melihat Verdy sedang digerumuli oleh beberapa cowok-cowok kece yang tak lain adalah Revan dan genknya. Dari raut wajahnya, sepertinya Revan sedang marah kepada Verdy. Lalu aku mendekati mereka karena saking penasarannya. "Revan! kamu apain Verdy?", tanyaku karena kasihan melihat Verdy sedang ketakutan. "Alah kau gadis kecil manis, tak usah ikuti urusanku", ujar Revan kepadaku. Lalu tanpa basa-basi aku langsung menarik Verdy keluar dari gerumulan itu dengan paksa sehingga membuat Revan and the genk kesal. Tapi aku tak peduli dengan mereka. Aku mengancam untuk mengadukan mereka ke pihak sekolah dengan alasan telah membuat kekacauan. "Perempuan sial!", teriak Dio, salah satu anggota genk Revan.
"Kamu gapapa kan? Makanya lain kali kamu jangan bikin masalah sama mereka! ya tau sendiri kan mereka itu sok berkuasa di sini", nasehatku kepada Verdy. "Aku baik-baik aja kok, Key. Makasih ya kalau gak ada kamu, mungkin sekarang aku udah di rumah sakit", kata Verdy dengan nada cupunya. "Memangnya kamu punya masalah apa dengan mereka?", tanyaku. "Aku hanya itu hemm itu mereka memaksa aku untuk memberikan semua uangku kepada mereka. Jika aku tidak mau, mereka mengancam akan memukulku", Ujar Verdy sambil ketakutan. "Yaudah, lain kali hati-hati ya kalau ketemu mereka, lebih baik kamu menghindar", sahutku lagi sambil pergi meninggalkan Verdy dan langsung pulang ke rumah.
Diperjalanan aku sangat khawatir terhadap Verdy, aku takut dia akan dilabrak oleh genk Revan lagi. Tapi aku mempercayainya. Aku yakin saat ini Verdy sudah bisa menjaga dirinya sendiri.
Keesokan harinya, Verdy mendatangiku dan memberikan aku sebuah lukisan wajahku. Lukisan ini sangat indah. Bahkan ini merupakan lukisan terindah yang pernah terpancar di depan mataku. "Maaf cuma ini yang bisa aku kasih ke kamu. Ini nggak ada apa-apanya dibanding upaya penyelamatanmu terhadapku kemarin. Terimalah Key", gurau Verdy dihadapanku sambil tersenyum. Sungguh manis pria ini, pikirku. Lalu aku mengucapkan terimakasih kepada Verdy dan aku ingin sekali diajarkan untuk melukis seperti ini. Verdy setuju dan Ia akan mengajariku kapanpun aku mau.
Hari demi haripun berlalu, aku dan Verdy makin dekat saja. Dan aku juga makin hebat dalam hal melukis. Ini semua karenanya. Ia yang mengajariku dengan sabar sehingga aku mampu berkarya seperti Verdy walau aku belum bisa sebaik dirinya. Kami selalu pergi berdua, kemanapun dan kapanku. Hingga suatu saat sahabatku menyarankanku untuk menjauhinya.
"Tapi kenapa? Kenapa aku harus menjauh dari kehidupan Verdy? Apa hakmu melarangku?!", kataku kepada Cindy, sahabatku yang tak biasanya melarang aku bergaul dengan orang lain. Awalnya aku kira Cindy merasa posisinya sebagai sahabatku digantikan oleh Verdy. Tapi ternyata Cindy tak merasa seperti itu. Cindy berkata kepadaku: "Key, kamu tau gak kalo kamu itu jadi bahan omongan banyak orang". Lalu aku menjawab dengan kebingungan: "Apa maksudmu Cin?". "Kamu gadis cantik, banyak pria yang mengagumimu. Tetapi mengapa kau malah memilih loser?", ucap Cindy sehingga membuatku merasa agak kesal padanya sambil berkata kepadanya: "Siapa yang kamu maksud loser?! Verdy? Salah ya aku bergaul dengannya?". "Bukan maksudku seperti itu, Key. Aku hanya ingin seseorang yang terbaik buatmu. Kau sahabatku dan aku tak bisa membiarkanmu memilih orang yang tidak ada apa-apanya dibanding kamu", kata Cindy. Lalu aku langsung pergi meninggalkan Cindy tanpa mengucapkan sepatah katapun.
***
Aku sendirian, tertitih di sini. Sahabat terbaikku tak mengerti tentang perasaanku. Apa selama ini dia berteman denganku hanya untuk memanfaatkan kepopuleranku lalu dia malu jika aku dekat dengan seseorang yang mereka anggap 'pecundang'. Ingin sekali aku menjatuhkan air mata ini. Namun apadaya, aku rasa sia-sia jika aku menangis saat ini.
Setelah itu aku rasakan seseorang berdiri di belakangku, Ia berkata, "Sahabatmu ada benarnya juga. Kau gadis idaman tak pantas bergaul dengan seorang pecundang". Aku mengenali suara itu yang tak lain adalah suara Verdy. Ternyata tadi Verdy tak sengaja mendengar pembicaraanku dengan Cindy. Dengan reflek aku langsung memeluk Verdy sambil berkata padanya: "Ver, apapun yang terjadi aku tak akan menjauh darimu!". Lalu dengan spontan Verdy membalas: "Tapi kenapa? bukankah apa yang dikatakan mereka ada benarnya? Sadarlah Kierra. Dunia kita sangatlah berbeda bagai langit dan bumi". "Tidakkah kau membacanya Ver? tidakkah kau membaca dari raut wajahku bahwa aku menyukaimu?!!!", teriak ku sambil menangis dan berlari menjauhi Verdy. Namun dengan penuh ketidakpahaman Verdy mengejarku lalu bertanya: "Benarkah itu Kierra? yang kau katakan tadi? tapi aku aku.... bagaimana mungkin kau bisa menyukai loser seperti aku. Bukalah matamu Key. Aku ini hanya pria cupu". "Jadi semua ini karena penampilan? Verdy dengarkan aku. Perasaan cinta seseorang tak dapat tumbuh hanya karena dilihat dari penampilan. Mungkin ada beberapa orang yang mengalaminya, tapi menurutku itu bukanlah cinta melainkan hanya ketertarikan sesaat.", tegasku sambil membelakangi Verdy. "Jadi selama 11 bulan kita dekat ini kau sudah memiliki perasaan ini, Key?. Tapi apa? apa yang membuatmu jatuh cinta padaku?", tanyanya dengan ekspresi wajah linglung. Dengan tatapan mata yang mendalam padanya aku menjawab: "Kau berbeda Ver. Sejak awal aku mengenalmu, kau tak seperti pria lainnya yang hanya mendekatiku karena mengingini sesuatu. Aku merasakan hal yang 'baru' yang mungkin selama ini belum aku temukan sebelum aku mengenalmu. Kau membuatku nyaman berada di sisimu Ver. Sungguh tak pernah aku merasakan sebahagia ini. Hatiku telah memilihmu. Kau adalah bagian yang hilang dari puzzle hidupku ini. Tak peduli apa kata banyak orang. Mereka tak sependapat denganku. Aku memandangmu dari sisi yang berbeda Ver. Maafkan aku."
Sejak aku mengungkapkan hal itu, aku tak pernah bertemu dengan Verdy lagi karena saat itu adalah hari kelulusan. Hari terkahirku bertemu dengannya di sekolah.
***
Bertahun-tahun telah berlalu. Aku suka membayangkan hal yang terjadi padaku saat itu. Aku tahu ini gila. Sangat gila. Bagaimana mungkin seorang wanita menyatakan cinta dengan seorang pria yang sampai saat ini belum menanggapi perasaanmu tersebut?
Apakah Ia juga cinta padaku atau tidak sama sekali? Ini masih menjadi misteri bagiku.
Aku merindukanmu, Ver. Aku rindu tawamu. Aku ingin diajarkan melukis lagi denganmu.
Untuk saat ini, biar aku saja yang melukis masa lalu kita. Masa lalu yang sangat manis. Sungguh kau tak terlupakan. Ingin sekali aku melihat wajahmu lagi.
Jika waktu dapat diulang, aku lebih memilih untuk memendam perasaan ini dibandingkan tidak dapat bertemu denganmu lagi.
Jangan sampai ketinggalan, download sekarang juga aplikasi MYDRAKOR di hp anda, tonton terus film drama korea, menghadirkan film drama korea terbaru dan terbaik, MYDRAKOR dapat di download melalui GooglePlay gratis.
BalasHapushttps://play.google.com/store/apps/details?id=id.mydrakor.main
https://www.inflixer.com/